Headlines News :
Home » » KITA, SEORANG REVOLUSIONER OR LOOSER

KITA, SEORANG REVOLUSIONER OR LOOSER

Written By blog contoh saja on Rabu, 06 Juni 2012 | 19.19

Dalam sebuah pelatihan kepemimpinan, seorang instruktur mengajukan sebuah kasus yang kelihatannya sederhana kepada para peserta. Andaikan Anda seorang nelayan (modern) yang harus berminggu-minggu di tengah laut menangkap ikan, apa yang akan Anda lakukan agar sesampainya di darat ikan hasil tangkapan tetap segar? Beberapa peserta nampak tergugah dan terjadilah dialog yang makin lama makin seru dengan instruktur pelatihan.
“Masukkan saja ikan-ikannya dalam freezer,”
“Itu telah dilakukan. Tapi kesegarannya tetap akan berkurang, karena ketika sampai di darat ikan telah mati cukup lama,”
“Kalau begitu, supaya tetap hidup, perlu disediakan semacam tangki air untuk menyimpan ikan,”
“Itu pun telah dilakukan. Tapi karena terlalu lama berada dalam tangki, ikan-ikan itu tetap saja mati atau lemas dan tidak segar lagi ketika dijual ke konsumen. Padahal konsumen menginginkan ikan yang masih segar,”
Menit-menit berlalu, tak satu solusi pun tampak sesuai sasaran. Akhirnya instruktur memberikan suatu jawaban yang cukup mengejutkan, yang tak pernah terpikirkan sedikit pun di benak peserta, mungkin juga Anda.
“Solusi yang pernah dicoba dan ternyata berhasil adalah memasukkan seekor ikan hiu ke dalam tangki ikan,”
Peserta nampak keheran-heranan mendengar solusi yang bagi mereka tak masuk akal itu.
“Bukannya ikan hiu itu justru akan memakan habis ikan-ikan lainnya?”
“Ya, memang ada ikan yang dimakan ikan hiu itu, tapi jumlahnya sangat sedikit. Ikan-ikan lainnya tetap hidup sampai saatnya tiba di darat dan dijual ke konsumen dalam keadaan tetap segar,”
“Mengapa demikian?”
“Jawabannya adalah karena ikan-ikan itu mendapat tantangan dengan dikejar-kejar ikan hiu. Ternyata dengan adanya tantangan, kemampuan ikan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya semakin tinggi. Ikan-ikan tersebut justru mampu bertahan hidup lebih lama dengan adanya ikan hiu di sekitar mereka. Itulah hukum alam.”
Ilustrasi di atas dapat dianalogikan pada manusia. Kita akan menjadi manusia yang lemah, malas bekerja keras bahkan segan beribadah, dan cenderung santai jika tidak mendapat tantangan yang besar dalam hidup ini. Tantangan akan meningkatkan kecerdasan, kompetensi atau kemampuan diri dalam berusaha menyelesaikan masalah. Bayangkan bila kita tidak merasa ditantang, kita tidak akan pernah terlatih untuk menghadapi masalah, apalagi mau menyelesaikannya.Namun demikian, kadang kala sebuah tantangan bisa menjadi suatu hambatan untuk maju, manakala kita tidak berani menghadapinya, sehingga menjadikan kita seorang looser. Dalam kasus di atas ibaratnya ikan kecil yang kurang gesit, sehingga dapat dimakan oleh ikan hiu.
Sesungguhnya Allah lah yang menciptakan tantangan kepada manusia di dunia ini dan sekaligus menyediakan balasannya (reward and punishment), sebagai sarana peningkatan kualitas ketaqwaan. Kadar tantangan-Nya sudah ditakar sangat akurat sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, sebagaimana tercermin dalam QS. Al Baqarah 286: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan/tindakan buruk) yang dikerjakannya”.
Kemampuan dalam menghadapi masalah sebagian besar tidak kita dapatkan di bangku sekolah. Sekolah hanya mengajarkan alat dan metoda yang bisa kita gunakan untuk menyelesaikan masalah. However, a man behind the gun will mostly determine to win a war, kemampuan kitalah yang lebih menentukan. Kemampuan akan lebih meningkat jika kita terus mengasahnya di dunia nyata (pekerjaan, rumah tangga, lingkungan sosial).
Semakin kita berhasil melewati tantangan akan menumbuhkan semangat baru untuk menyelesaikan tantangan-tantangan berikutnyaSuatu ketika umat Islam mendapat sebuah tantangan. Pada saat itu Rasulullah SAW dan kaum muslimin dikepung oleh pasukan kafir yang bersekutu sehingga jumlahnya berlipat ganda dalam perang Ahzab. Namun ketika sedang memecahkan batu dan menggali parit perlindungan, tiba-tiba dengan izin-Nya Rasulullah SAW mendapat ‘gambaran’ mengenai masa depan Islam. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW mengatakan:”Allahu Akbar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan nampak olehku dengan nyata istana-istana negeri Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa umatku akan menguasai semua itu. Allahu Akbar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak olehku dengan nyata istana-istana merahnya, dan bahwa umatku akan menguasainya.” Pada saat itu Persi dan Romawi adalah dua imperium besar yang mengelilingi jazirah Arab dan menjadi simbol kekuatan tak terkalahkan selama berabad-abad.Ini adalah sebuah tantangan Allah yang digulirkan oleh Rasulullah kepada kaum Muslimin. Dengan lecutan tantangan ini, Rasulullah dan para sahabatnya kembali bersemangat dan berhasil memenangkan perang Ahzab (Khandaq) walaupun jumlah pasukannya sangat sedikit. Dan tantangan yang dikatakan Rasulullah dalam hadits tersebut juga menambah semangat syiar Islam dan kelak berhasil diwujudkan pada masa Khulafaur Rasyidin dan Kekhalifahan Utsmaniyah. Begitulah, apa yang pada masa itu tampaknya tidak mungkin terjadi, pada kenyataannya bisa terwujud di kemudian hari.
Suatu tantangan tidak harus datang dari luar, namun kita bisa menciptakannya dari diri kita sendiri. Tantangan dalam pekerjaan, keluarga, ataupun dakwah dapat diwujudkan sebagai suatu target pencapaian yang harus dibuat lebih tinggi dari kondisi sekarang.
Jangan pikirkan itu sesuatu yang tidak bisa dicapai. Justru dengan tingginya suatu target, kita menjadi terpacu untuk lebih maju, bekerja lebih keras dan berfikir lebih kreatif. Tentu saja suatu target apakah akan dapat terwujud, tertunda untuk sementara waktu, atau bahkan tidak terwujud itu merupakan hak prerogatif Allah semata. Memupuk potensi yang ada, tidak mudah. Namun juga bukan persoalan yang sulit. Potensi, menurut Webster’s Dictionary, berasal dari kata ‘potent’ yang berarti ‘to be powerful’ atau menjadi kuat. Sedangkan kata ‘potency’ berarti ‘the ability or capacity to achieve or bring about a particular result’, yaitu kemampuan menghasilkan atau melahirkan suatu produk tertentu. Lawan katanya tentu saja impotent alias ketidakmampuan, atau ketidakberdayaan.tidak satupun di antara kita, sebagai umat Islam, mau disebut sebagai orang yang tidak berdaya. Karena orang-orang yang masuk kategori ini hanyalah orang-orang yang malas. Di rumah sakit jiwa (RSJ) saja, pasien-pasien dengan gangguan dan sakit jiwa ini dibekali dengan berbagai aktivitas positif. Malah di unit rehabilitasinya, mereka ini mampu menghasilkan uang. Hasil karya pasien-pasien RSJ kemudian, tentu dengan bantuan manajemen rumah sakit, dijual hingga dipamerkan. Demikian pula di panti-panti anak-anak cacat, orang jompo, dan lain-lain. Mereka tidak jarang menghasilkan karya-karya, hasil buah tangan yang membuat orang normal kagum. Pemberdayaan segala potensi yang ada ini, jika diupayakan dengan sungguh-sungguh, bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa.
Kita biasanya kurang pandai mengidentifikasi potensi yang kita miliki. Ada beberapa hal yang menyebabkan ketidakmampuan ini. Baik faktor dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Jika dirinci secara umum, faktor-faktor tersebut meliputi: kurangnya materi (poverty), rendahnya penampilan fisik (lack of performance), kedangkalan ilmu (lack of knowledge), serta tidak memiliki keterampilan cukup (unskilled). Ketidakadaan salah satu atau gabungan dari keempat faktor inilah yang membuat kita menjadi ‘rendah diri’, sehingga pemupukan potensi jadi ‘tertunda’ atau tidak pernah muncul sama sekali.
Dalam agama Islam, ‘kegagalan’ ini tentu saja tidak harus terjadi, karena bertentangan dengan prisnip-prinsip yang diajarkan di dalamnya. Islam mengajarkan kita untuk bekerja keras dan pandai memanfaatkan waktu. Bahkan Allah SWT bersumpah dengan waktu (al-Quran Surat Al ‘Asr: 1-3). Rasulullah SAW dan Sahabat-sahabat beliau SAW dalam banyak riwayat disebutkan bahkan jarang tidur karena berbagai aktivitas. Setiap kegiatan positif yang diniatkan ibadah dalam Islam akan mendapatkan pahala.
Kita memang tidak mungkin menyamakan kedudukan atau kegiatan kita dengan apa yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabat-sahabat beliau SAW. Kita juga tidak perlu meniru apa yang pernah dikerjakan oleh Thomas Alva Edison yang notabene bukan orang Islam. Namun kita bisa meneladani apa-apa yang beliau-beliau pernah lakukan. Bahwa guna mewujudkan sebuah tujuan, apapun, dibutuhkan kesungguhan dan keseriusan.
Tanpa kesungguhan dan keseriusan, tidak mungkin kita bisa bangun dan menjalankan sholat Fajr. Tanpa kesungguhan, kita tidak bisa menyisakan barang sepuluh menit ditengah-tengah kesibukan kerja menunaikan sholat Dzuhur. Tanpa kesungguhan, kita tidak akan bisa melaksanakan Sholat Asar karena tengah tidur siang nyenyak. Demikian juga ibadah-ibadah yang lain, tidak bakal terlaksana karena kekurangan unsur yang satu ini. Kita ini memang lemah. Kita tidak akan bisa sempurna, meniru persis seperti apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Namun demikian, Rasulullah SAW adalah juga manusia biasa, yang kalau kita mau mengkaji, ada hal-hal yang bukannya di luar kemampuan kita untuk mencontohnya.
Rasulullah SAW pernah menjadi seorang negarawan yang hebat; seorang ahli perang yang gagah berani; ahli hukum yang bijaksana; seorang ayah yang penuh kasih; pedagang yang jujur; hingga penggembala domba yang bisa dipercaya. Subhanallah, karakter yang dimiliki beliau SAW bukan hanya dikagumi oleh kawan, musuh beliau pun dibuat takjub.
Terlepas dari kebesaran Allah SWT atas keberhasilan beliau SAW dalam membawa misi Islam yang hanya dalam dua dekade saja bisa menguasai jazirah Arabia, beliau SAW hanyalah manusia biasa, sebagaimana kita. Beliau memiliki waktu 24 jam sehari, berkeluarga dan bermasyarakat, bekerja mulai dari yang nampaknya sepele misalnya menjahit baju hingga mengurus pemerintahan sebuah negara, butuh istirahat dan makan, dan lain-lain.Begitulah Rasulullah SAW. Berbeda dengan kita, beliau SAW jauh dari menjalankan kegiatan yang sifatnya sia-sia dan tidak bermanfaat.
Di sinilah membuktikan bahwa Rasulullah SAW sangat menghargai waktu. Di dunia, hingga saat ini, tidak ada seorang pun yang mampu menandingi kualitas beliau SAW sebagai manusia yang terbaik. Dari berbagai sudut pandang, politik, ekonomi, sosial, spiritual, hingga pertahanan keamanan, beliau memiliki kesungguhan dalam menjalankan misi mulianya sebagai seorang Rasul.
Allah SWT menghadiahkan potensi tidak hanya kepada Rasul-Rasulnya. Tetapi juga kepada semua manusia, tanpa memandang latar belakang agama dan status sosial lainnya. Siapa yang tekun, akan beruntung. Kalau orang-orang yang buta, lumpuh atau mereka yang kehilangan tangan, dapat melakukan sesuatu yang produktif, mengapa kita yang dikaruniai jasmani lengkap ini tidak kita maksimalkan?
Kemiskinan (proverty) bukanlah alasan kita untuk tidak bisa aktif, karena Rasulullah SAW bukan orang kaya. Ketidaktampanan atau kurang cantik (lack of performance) bukan alasan untuk tidak bisa menumbuhkan potensi, karena Rasulullah SAW atau isteri-isteri serta puteri-puteri beliau tidak menggunakan ketampanan atau kecantikannya untuk pencapaian tujuan hidup sebagaimana ratu kecantikan yang melanda dunia kita sekarang.
Kekurangan pengetahuan (lack of knowledge) dan ketrampilan (unskilled) bukan pula mestinya menjadikan kita untuk pasif. Sahabat-sahabat Rasulullah semula banyak yang buta huruf dan tidak berpengetauan. Musuh-musuh beliau SAW yang menjadi tawanan perang lah yang mengajari mereka membaca menulis. Dengan kesungguhan belajar, mereka kemudian dinobatkan menjadi umat pilihan dan terbaik oleh Allah SWT. Hal ini disebutkan dalam al-Quran Surat Ali Imran: 109.
Marilah kita mulai dari yang sederhana saja. Rasulullah SAW pernah bersabda, jika segala sesuatu tidak ditangani oleh ahlinya, tunggulah kehancurannya. Maka dari itu, kita bisa belajar dari yang kecil.
Pertama: kita coba mengidentifikasi potensi dan kemampuan diri sendiri serta memanfaatkannya dengan maksimal. Mengidentifikasi kemampuan diri berarti refleksi diri, melihat kelebihan dan kekurangan diri sendiri.Kita coba berkaca, apa kemampuan yang nampak menonjol pada diri kita, apakah itu di bidang mesin, kesehatan, administrasi, teknik, pertukangan, perhotelan, perdagangan, elektronik, komunikasi, dan lain-lain. Jika langkah pertama ini tidak tercapai, lakukan langkah kedua.Kedua: kita perluas hubungan. Membatasi pergaulan berarti menghambat perkembangan potensi. Rasulullah SAW selalu bersama dengan sahabat-sahabat beliau jika kemana-mana pergi. Demikian pula sahabat-sahabat beliau.
Menjalin hubungan dengan orang lain berarti membuka pintu potensi baru yang selama ini tertutup. Kita tidak pernah tahu bagaimana nikmatnya bisa berbicara bahasa Arab atau Inggris kalau kita tidak bertemu langsung dengan pembicara aslinya. Kita tidak akan tahu bagaimana mengoperasikan telepon genggam jika kita tidak pernah kenal dengan orang yang mampu menggunakannya. Bila langkah kedua ini tidak berhasil, karena barangkali kita tergolong introvert (tertutup), lakukan langkah ketiga.
Ketiga: jangan biarkan diri ini diam manakala sendirian. Di dalam Islam, tidur pun bisa berarti ibadah. Tapi itu bukan berarti dapat kita terjemahkan bahwa banyak tidur lantas banyak ibadah. A.B.Vajpayee saja, mantan Perdana Menteri India yang Hindu, membatasi tidurnya hanya empat jam sehari.
Demikian pula rata-rata pemimpin dunia, sedikit tidur. Kita bisa mengisi waktu sehari-hari ini dengan berbagai kegiatan yang memberikan sumbangan pengetahuan dan keterampilan. Dalam kesendirian, kita bisa jadi seorang peneliti, penulis, hingga pengamat yang handal.
Penatalaksanaan salah satu aspek dari ketiga langkah ini atau kombinasi dari ketiganya, bila dilakukan terus menerus, bukan tidak mungkin akan menjadikan multi-skilled-man. Manusia yang memiliki keterampilan ganda. Penggalian potensi diri yang tepat akan membuat setiap individu sadar akan perannya. Setiap pribadi yang cinta kerja, dengan landasi niat ibadah, akan menciptakan tatanan dan pola pikir masyarakat yang sehat. Yang pada akhirnya, insyaallah, bakal mampu mengeliminasi salah satu masalah besar yang dihadapi bangsa kita selama ini, yakni pengangguran.Wallahu a’lam.

By Helen
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Template Design by Creating Website Published by Mas Template